Sunday 23 April 2017

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEMAM TIFOID



BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Usia bayi,  balita,dan anak remaja merupakan usia yang rentan untuk menderita suatu infeksi. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang masih belum matang, sehingga anak mudah menderita dan tertular penyakit tropis. Angka kejadian pada anak yang mengalami penyakit tropis cukup tinggi, terutama di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Hal ini ditunjang oleh kelembaban daerah yang cukup tinggi serta masyarakat yang heterogen dalam hal tingkat sosial ekonomi, maupun pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relatif rendah. Penyakit  tropis ini umumnya merupakan penyakit infeksi yang mudah menular.  Salah satu penyakit yang sering dialami pada masa balita  yaitu Demam Tifoid (Ambarwati, 2012).
Menurut Ngastiyah (2005) menyatakan demam tifoid (typhus abdominalis, typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran, Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhosa.Umumnya prognosis penyakit ini pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Jika penyakit ini tidak segera diobati bisa menjadi tidak baik dengan gambaran klinis yang berat seperti demam tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua, kesadaran menurun (sopor, koma, atau delirium), bisa juga terdapat komplikasi yang lebih berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun(Pramitasari, 2013).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang dengan Case Fatality Rate(CFR) sebesar 1,25%. Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 Demam Tifoid atau paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang dengan CFRsebesar 0,67 %.11 menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007, prevalensi Tifoid klinis nasional sebesar 1,6%. Sedang prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus Tifoid 1.500 per 100.000 penduduk Indonesia(Pramitasari, 2013).
Penyakit tifoid termasuk penyakit yang mengalami angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2006 menempati urutan ke-16 dari 22 (4,6%) penyakit yang tercatat. Meskipun hanya menempati urutan ke -16, penyakit tifoid memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat penularan salmonella thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan terus mengekskresi salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes RI dalam  Sartono, 2011).
Kejadian demam tifoid berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kejadian demam tifoid temasuk urutan 3 besar epidemiologi dengan penderita paling banyak yaitu 27,87% (600 pasien rawat inap) dan tahun 2001 sebanyak 715 pasien rawat inap di RSUD Brebes (Nugrahini, 2002)
Ruang Cempaka Puskesmas Kluwut Brebes merupakan ruang bangsal perawatan anak. Berdasarkan datadari Rekam Medis Puskesmas kluwut pada tahun 2012,demam tifoid menempati urutan ke -2 dari 10 penyakit yangtercatatyaitu 35 kasus , sedangkan dalam 2 bulan terakhiryaitu bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 tercatat 12 kasus demam tifoid pada anak dengan berbagai usia. 
Dari data diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang demam tifoid sehingga diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan klien dan masyarakat.

B.                 Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum :
Tujuan umum  dari penulisan ini adalah memberikan dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada anak Demam Tifoid  dengan menggunakan pendekatan Proses Keperawatan di Ruang Cempaka Puskesmas Kluwut Brebes
2.      Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan ini adalah agar :
a.       Melakukan pengkajian yaitumengumpulkan data subyektif dan data objektif pada anak dengan Demam Tifoid
b.      Menganalisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
c.        Melakukan perencanaan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
d.      Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat pada anak dengan Demam Tifoid
e.       Melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
f.       Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
g.      Melakukan pembahasan kasus Demam Tifoid dikaitkan dengan teori dan konsep keperawatan

C.                Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini antara lain :
1.      Bagi klien dan keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman bagi klien dan keluarga dalam merawat diri sendiri maupun orang lain terutama tentang cara pencegahan dan penanggulangan pada anak dengan Demam Tifoid.
2.      Bagi Masyarakat
Sebagai bahan  referensi  dan sumber informasi bagi pembaca, terutama bagi kalangan pelajar mendapatkan informasi yang berhubungan dengan  penyakit Demam Tifoid.
3.      Bagi Puskesmas Rawat inap
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada di Puskesmas rawat inap dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
4.      Bagi institusi Akademik
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi  bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang
5.      Bagi penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penerapan konsep keperawatan yang didapatkan selama pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    DEFINISI
Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).

B.     ETIOLOGI
Menurut Ngastiyah (2005) menyatakan penyebab demam tifoid adalahSalmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.
 Mempunyai sekurang – kurangnya 3 macam antigen yaitu :
1.      Antigen O (somatic, terdiri zat kompleks liposakrida)
2.      Antigen H (flagella)
3.      Antigen Vi
Dalam serum pasien terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.


6
 
C.     PATOFISIOLOGI
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan.Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk kedalam pembuluh darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa, basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil diserap masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuhterutama kedalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan endotoksin, sedangkan gejala pada saluran disebabkan oleh kelainan pada usus (Ngastiyah, 2005).











D.    PATHWAY
Salmonella thyposa
Basil masuk bersama makanan / minuman yang terkontaminasi
Terjadi infeksi pada saluran pencernaaan
Anoreksia, mual, muntah                                                 diserap usus halus
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
 
Kehilangan volume
 cairan Secara aktif
     
Defisit volume cairan
                                                                  Melalui pembuluh limfe
masuk kedalam pembuluh darah
Nyeri Akut
 
Nyeri pada perabaan                                       Masuk ke organ tubuh                        terutama hati dan limfa

kurang informasi                   basil yang tidak dihancurkan    berkembang biakdalam hati dan limfa akan membesar
 

Kurang pengetahuan
masuk kembali ke dalam darah(endotoksin)
                                         
(bakterimia) dan menyebar
 ke seluruh  seluruh tubuh
Hipertermia
 


Basil kedalam kelenjar limfoid usus halus
  timbul tukak berbentuk lonjong
pada mukosa diatas plak peyeri

perdarahan dan perforasi
Sumber : Ngastiyah (2005)
E.     GAMBARAN KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005) gambaran klinis demam tifoid pada anak lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10 -20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman  yang terlama 30 hari.  Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala, prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala pusing, dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1.            Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap sore hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.            Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung(meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.             Gangguan kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pertolongan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak terdapat roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
               Menurut Ngastiyah (2005) menyebutkan pemeriksaan diagnostik  yang diperlukan antara lain :
1.      Darah tepi
Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trimbositopenia ringan.
2.      Darah untuk kultur (biakan empedu) dan Widal
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhosa dan pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis demam tifoid secara pasti.



G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
               Menurut Ngastiyah (2005) menjelaskan  pasien yang dirawat dengan diagnosis typhus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan sebagai pasien typhus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1.      Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2.      Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama.
3.      Istirahat selama demam sampai dengan 2 minngu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi bolehberdiri kemudian berjalan diruangan.
4.      Diet.
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran menurun diberikan makan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5.      Obat pilihan ialah kloramfenikol, keculai jika pasien tidak cocokdapat diberikan obat lainnya seperti kotrimoksasol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg/BB/hari (maksimal 2 mg perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian klorampenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6.      Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.

H.    PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
                  Penyakit typhus abdominalis adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal dari faeses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman tersebut. Pasien tifoid harusdirawat diruang isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakaian kotor danpot atau urinal bekas pakaian pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek (Ngastiyah, 2005).

I.       ASUHAN  KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN  DEMAM TIFOID
                  Menurut Hidayat(2002) dokumentasi keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatandengan menggunakan proses keperawatan. Melalui dokumentasi pengkajian, perawat dapat mengidentifikasikan dengan jelas kekuatan dan kelemahan klien melalui dokumentasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana yang holistikmelalui dokumantasi rencana keperawatan, melaksanakan rencana asuhan keperawatan melalui intervensi keperawatan, dan menilai keefektifan rencana asuhan keperawatan melalui dokumentasi evaluasi.

1.      Dokumentasi Pengkajian
            Merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon klien (Hidayat, 2002).
Menurut Ambarwati (2012) pengkajian pada anak dengan demam tifoid meliputi :
a.       Identitas.
Sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun
b.      Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang enak bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama sewaktu masa inkubasi).
c.       Suhu tubuh.
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.



d.      Kesadaran.
      Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (keculi bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan).
      Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang pula ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
e.       Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
1)      Pertumbuhan
                   Pertumbuhan adalah bertambah ukuran fisik (anatomi) dan struktur dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak)sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa. Jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.
Pada umunya pertumbuhan mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :
a)         Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan dewasa. Pada usia 2 tahun, besar kepala hampir seperempat dari panjang badan keseluruhan, kemudian secara berangsur-angsur proporsinya berkurang.
b)         Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya gigi susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya reflek primitif pada masa bayi, tumbuhnya tanda seks sekunder, dan perubahan lainnya.
c)         Kecepatan pertumbuhan tidak teratur yang ditandai dengan adanya masa-masa tertentu, yaitu masa prenatal, bayi, dan adolensi, dimana terjadi pertumbuhan cepat dan masa pertumbuhan berlangsung lambat.
2)      Perkembangan
                  Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau  fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terkoordinasi. Dengan demikian aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk berjalan, bicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak. Tahap perkembangan awal akan menentukan perkembangan selanjutnya.
                  Perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
                  Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan (perkembangan) anak. Pada dasarnya, tumbuh kembang mempunyai prinsip yang berlaku secara umum yaitu :
a)         Tumbuh kembang merupakan suatu proses terus menerus dari konsepsi sampai dewasa.
b)         Pola tumbuh kembang pada semua anak umumnya sama, hanya kecepatanya yang berbeda.
c)         Proses tumbuh kembang dimulai dari kepala keseluruh anggota badan, misalnya mulai melihat, tersenyum, mengangkat badan, duduk, berdiri, dan seterusnya.
f.       Pemeriksaan Fisik :
1)      Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2)      Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
3)      Hati dan limfa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
g.      Pemeriksaan laboratorium :
1)      Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
2)      Darah kultur (biakan,  empedu) dan widal.
3)      Biakan empedu basil salmonella thyposa dapat ditemukan dalam  darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan faeses.
4)      Pemerikasaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
2.       Dokumentasi Diagnosa keperawatan
            Dokumentasi Diagnosa keperawatan merupakan catatan tentang penilaian klinis dari respons individu keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun potensial (Hidayat, 2002).
            Menurut Nanda International (2011), diagnosa keperawatan pada klien tifoid diantaranya :
a.       Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
b.      defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
c.       ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh faktor biologis.
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keingintahuanuntuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
e.       Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan.
3.      Dokumentasi rencana keperawatan
            Dokumentasi rencana keperawatan merupakan catatan tentang penyusunan “Rencana tindakan meperawatan”yang akan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan cara mencegah, mengurangi, dan menghilangkan masalah (Hidayat, 2002).
Menurut Nanda international (2011), rencana keperawatan pada masing masing diagnosa keperawatanya adalah :
a.       Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Thermoregulasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil :
1)      Suhu 36 -37 Derajat Celsius
2)      Nadi dan RR dalam rentang normal
3)      Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :   
1)      Monitor suhu sesering mungkin
2)      Monitor warna dan suhu kulit
3)      Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4)      Monitor tingkat kesadaran
5)      Monitor WBC, Hb, dan Hct
6)      Monitor  intake dan output
7)      Berikan antipiretik sesuai program terapi
8)      Kelola antibiotik sesuai program terapi
9)      Selimuti pasien
10)  Berikan cairan intravena
11)  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
12)  Tingkatkan sirkulasi udara
13)  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14)  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15)  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16)  Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban (membrane mukosa)

b.      Defisit Volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif
NOC :
1)      Fluid balance
2)      Hydration
3)      Nutritional status :  Food and Fluid intake
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :
1)      Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine output
2)      Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3)      Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus
4)      Orientasi waktu dan tempat baik
5)      Jumlah dan irama pernafasan dalam batas normal
6)      Elektrolit, Hb, HMT dalam batas normal
7)      Ph urine dalam batas normal
8)      Intake oral dan intravena adekuat
NIC :
1)      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2)      Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
3)      Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urine, albumin, total protein)
4)      Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai 1 jam
5)      Kolaborasi pemberian cairan IV
6)      Monitor status nutrisi
7)      Berikan cairan oral
8)      Berikan penggantian nasogastrik sesuai output (50 – 100 cc perjam)
9)      Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10)  Kolaborasi dokter jika ada cairan berlebih muncul memburuk
11)  Atur kemungkinan tranfusi
12)  Persiapan untuk tranfusi
13)  Pasang kateter jika perlu
14)  Monitor intake dan out put setiap 8 jam
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis
NOC :
1)      Nutritional status : adequacy of nutrient
2)      Nutritional status : food and fluid intake
3)      Weight control


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nutrisi kurang teratasi dengan kriteria hasil :
1)      Albumin serum
2)      Pre albumin serum
3)      Hematokrit
4)      Hemoglobin
5)      Total iron binding capacity
6)      Jumlah limfosit
NIC :
1)      Kaji adanya alergi makanan
2)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
3)      Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4)      Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
5)      Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6)      Monitor lingkungan selama makan
7)      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama makan
8)      Monitor turgor kulit
9)      Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10)  Monitor mual dan muntah
11)  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12)  Monitor intake nutrisi
13)  Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
14)  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT atau TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
15)  Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
16)  Kelola pemberian anti emetik sesuai program terapi
17)  Anjurkan banyak minum
18)  Pertahankan terapi intravena line
19)  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral.
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :                  
1)      Knowledge : disease process
2)      Knowledge : helth behavior
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil :
1)      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2)      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya.
 NIC :
1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
2)      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat.
3)      Gambarkan tanda dan gejala yang biasanya muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.
4)      Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
5)      Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.
6)      Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara tepat.
7)      Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8)      Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan.
9)      Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat.
e.       Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, kerusakan jaringan.
NOC :
1)      Pain level
2)      Pain control
3)      Comfort level
                  Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil :
1)      Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan, mampu menggunakan tehnik nonfarmokolgi untuk mengatasi nyeri, mencari bantuan)
2)      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3)      Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4)      Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang
5)      Tanda vital dalam rentang normal
6)      Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
1)      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas dan faktor presitipasi
2)      Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
3)      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4)      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan dan kebisingan
5)      Kurangi faktor presipitasi nyeri
6)      Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7)      Ajarkan tehnik non farmakologi : nafas dalam, kompres hangat
8)      Berikan analgetik untuk menguragi nyeri
9)      Tingkatkan istirahat
10)  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur
11)  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
4.      Dokumentasi Intervensi
            Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan keperawatan mandiri, dan tindakan kolaboratif(Hidayat, 2012).
5.      Dokumentasi Evaluasi
            Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respons segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu(Hidayat, 2012).
            Menurut Hidayat (2002) Evaluasi formatif biasanya ditulis dalam catatan perkembangan sedangkan evaluasi sumatif dicatat dalam catatan naratif. Dalam tehnik catatan perkembangan dapat menggunakan bentuk SOAP.
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan oleh klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain
A : Analisis
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan yang baru.
P : Perencanaan                                                                           
Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.

No comments:

Post a Comment