BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usia bayi, balita,dan anak remaja merupakan usia yang
rentan untuk menderita suatu infeksi. Hal ini disebabkan karena sistem
kekebalan tubuh yang masih belum matang, sehingga anak mudah menderita dan
tertular penyakit tropis. Angka kejadian pada anak yang mengalami penyakit
tropis cukup tinggi, terutama di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Hal ini ditunjang oleh kelembaban daerah yang cukup tinggi serta
masyarakat yang heterogen dalam hal tingkat sosial ekonomi, maupun pengetahuan
tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relatif
rendah. Penyakit tropis ini umumnya
merupakan penyakit infeksi yang mudah menular. Salah satu penyakit yang sering dialami pada
masa balita yaitu Demam Tifoid
(Ambarwati, 2012).
Menurut
Ngastiyah (2005) menyatakan demam tifoid (typhus abdominalis, typhoid fever,
enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih
dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran, Penyebab penyakit ini adalah Salmonella
typhosa.Umumnya prognosis penyakit ini pada anak baik, asal pasien cepat
berobat. Jika penyakit ini tidak segera diobati bisa menjadi tidak baik dengan
gambaran klinis yang berat seperti demam tinggi (hiperpireksia) atau febris
kontinua, kesadaran menurun (sopor, koma, atau delirium), bisa juga terdapat komplikasi yang lebih berat, misalnya
dehidrasi dan asidosis, perforasi.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat
sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum
klinis yang sangat luas. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun(Pramitasari, 2013).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam
tifoid atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang
meninggal 1.747 orang dengan Case Fatality Rate(CFR) sebesar 1,25%. Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010 Demam Tifoid atau paratifoid juga menempati urutan ke-3
dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu
sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang dengan CFRsebesar 0,67 %.11 menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional
tahun 2007, prevalensi Tifoid klinis nasional sebesar 1,6%. Sedang prevalensi
hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus Tifoid 1.500 per
100.000 penduduk Indonesia(Pramitasari, 2013).
Penyakit tifoid termasuk penyakit yang mengalami angka
kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2006
menempati urutan ke-16 dari 22 (4,6%) penyakit yang tercatat. Meskipun hanya
menempati urutan ke -16, penyakit tifoid memerlukan perawatan yang
komprehensif, mengingat penularan salmonella
thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan
carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan terus
mengekskresi salmonella thypi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes RI dalam Sartono, 2011).
Kejadian demam tifoid berhubungan dengan kondisi sanitasi
lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kejadian demam tifoid
temasuk urutan 3 besar epidemiologi dengan penderita paling banyak yaitu 27,87%
(600 pasien rawat inap) dan tahun 2001 sebanyak 715 pasien rawat inap di RSUD
Brebes (Nugrahini, 2002)
Ruang Cempaka
Puskesmas Kluwut Brebes merupakan ruang bangsal perawatan anak. Berdasarkan
datadari Rekam Medis Puskesmas kluwut pada tahun 2012,demam tifoid menempati
urutan ke -2 dari 10 penyakit yangtercatatyaitu 35 kasus , sedangkan dalam 2
bulan terakhiryaitu bulan Januari 2013 sampai Februari 2013 tercatat 12 kasus
demam tifoid pada anak dengan berbagai usia.
Dari data
diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang demam tifoid
sehingga diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan
berkualitas sesuai dengan kebutuhan klien dan masyarakat.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan Umum :
Tujuan
umum dari penulisan ini adalah memberikan
dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada anak Demam Tifoid dengan menggunakan pendekatan Proses
Keperawatan di Ruang Cempaka Puskesmas Kluwut Brebes
2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan ini adalah agar
:
a.
Melakukan pengkajian yaitumengumpulkan
data subyektif dan data objektif pada anak dengan Demam Tifoid
b.
Menganalisa data dan merumuskan
diagnosa keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
c.
Melakukan perencanaan keperawatan pada anak
dengan Demam Tifoid
d.
Melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat pada anak dengan Demam Tifoid
e.
Melakukan evaluasi pelaksanaan asuhan
keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
f.
Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan
keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
g.
Melakukan pembahasan kasus Demam Tifoid
dikaitkan dengan teori dan konsep keperawatan
C.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
penulisan ini antara lain :
1.
Bagi klien dan keluarga
Dapat
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman bagi klien dan keluarga dalam merawat
diri sendiri maupun orang lain terutama tentang cara pencegahan dan penanggulangan
pada anak dengan Demam Tifoid.
2.
Bagi Masyarakat
Sebagai bahan referensi dan sumber informasi
bagi pembaca, terutama bagi kalangan pelajar mendapatkan informasi yang
berhubungan dengan penyakit Demam Tifoid.
3.
Bagi Puskesmas Rawat inap
Sebagai masukan
bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada di Puskesmas rawat inap dalam
mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan
keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
4.
Bagi institusi Akademik
Sebagai bahan
ilmiah dan sumber informasi bagi
institusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang
5.
Bagi penulis
Sebagai bahan
evaluasi tentang penerapan konsep keperawatan yang didapatkan selama pendidikan
ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
|
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam tifoid (Typhus
abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam
selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
B. ETIOLOGI
Menurut Ngastiyah
(2005) menyatakan penyebab demam tifoid adalahSalmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora.
Mempunyai sekurang – kurangnya 3 macam antigen
yaitu :
1.
Antigen O (somatic, terdiri zat
kompleks liposakrida)
2.
Antigen H (flagella)
3.
Antigen Vi
Dalam serum
pasien terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
6
|
C.
PATOFISIOLOGI
Infeksi terjadi
pada saluran pencernaan.Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe
halus masuk kedalam pembuluh darah sampai di organ-organ terutama
hati dan limfa, basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan
limfa sehingga organ-organ tersebut
akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil diserap masuk
kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuhterutama
kedalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada
mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan
perforasi usus. Gejala demam disebabkan endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran disebabkan oleh kelainan pada usus (Ngastiyah, 2005).
D. PATHWAY
Salmonella thyposa
Basil masuk bersama makanan / minuman yang terkontaminasi
Terjadi infeksi pada saluran pencernaaan
Anoreksia, mual, muntah diserap usus halus
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Kehilangan volume
cairan Secara aktif
Defisit volume cairan
|
masuk kedalam pembuluh darah
Nyeri
Akut
|
Nyeri pada perabaan Masuk
ke organ tubuh terutama
hati dan limfa
kurang informasi basil
yang tidak dihancurkan berkembang biakdalam
hati dan limfa akan membesar
Kurang pengetahuan
|
(bakterimia)
dan menyebar
ke seluruh seluruh tubuh
Hipertermia
|
Basil kedalam
kelenjar limfoid usus halus
timbul tukak berbentuk lonjong
pada mukosa diatas plak peyeri
perdarahan dan perforasi
Sumber : Ngastiyah (2005)
E.
GAMBARAN KLINIS
Menurut
Ngastiyah (2005) gambaran klinis demam tifoid pada anak lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10 -20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi
melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman
yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala,
prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala pusing, dan tidak
bersemangat, nafsu makan kurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1.
Demam
Pada kasus yang
khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi
sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap sore hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam.
Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.
Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut
terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung(meteorismus).
Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi
tetapi juga dapat diare atau normal.
3.
Gangguan kesadaran.
Umumnya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen,
jarang terjadi sopor, koma atau gelisah(kecuali penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pertolongan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.
Pada punggung dan anggota gerak terdapat roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu
pertama demam. Kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak
besar.
F.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Menurut Ngastiyah (2005) menyebutkan
pemeriksaan diagnostik yang diperlukan
antara lain :
1.
Darah tepi
Terdapat
gambaran leucopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan
sakit. Mungkin terdapat anemia dan trimbositopenia ringan.
2.
Darah untuk kultur (biakan empedu) dan
Widal
Biakan empedu
untuk menemukan Salmonella typhosa dan
pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis demam
tifoid secara pasti.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Ngastiyah (2005) menjelaskan
pasien yang dirawat dengan diagnosis typhus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan sebagai pasien typhus
abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1.
Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan
ekskreta.
2.
Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit
yang lama.
3.
Istirahat selama demam sampai dengan 2
minngu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika
tidak panas lagi bolehberdiri kemudian berjalan diruangan.
4.
Diet.
Makanan harus
mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2
gelas sehari. Bila kesadaran menurun diberikan makan cair, melalui sonde
lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan
lunak.
5.
Obat pilihan ialah kloramfenikol,
keculai jika pasien tidak cocokdapat diberikan obat lainnya seperti
kotrimoksasol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100
mg/kg/BB/hari (maksimal 2 mg perhari), diberikan 4 kali sehari per oral atau
intravena. Pemberian klorampenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat
waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan
zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6.
Bila terdapat komplikasi, terapi
disesuaikan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan
secara intravena dan sebagainya.
H.
PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
Penyakit typhus abdominalis adalah penyakit menular yang sumber infeksinya
berasal dari faeses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar
dari kuman tersebut. Pasien tifoid harusdirawat diruang isolasi yang dilengkapi
dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti
desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakaian kotor danpot atau urinal
bekas pakaian pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai
celemek (Ngastiyah, 2005).
I.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID
Menurut Hidayat(2002) dokumentasi
keperawatan sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatandengan menggunakan proses keperawatan. Melalui dokumentasi
pengkajian, perawat dapat mengidentifikasikan dengan jelas kekuatan dan
kelemahan klien melalui dokumentasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana
yang holistikmelalui dokumantasi rencana keperawatan, melaksanakan rencana
asuhan keperawatan melalui intervensi keperawatan, dan menilai keefektifan
rencana asuhan keperawatan melalui dokumentasi evaluasi.
1.
Dokumentasi Pengkajian
Merupakan catatan tentang hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respon klien (Hidayat,
2002).
Menurut
Ambarwati (2012) pengkajian pada anak dengan demam tifoid meliputi :
a. Identitas.
Sering
ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun
b. Keluhan utama
Berupa perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang enak bersemangat,
serta nafsu makan kurang (terutama sewaktu masa inkubasi).
c. Suhu tubuh.
Pada kasus yang
khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu
ketiga, suhu berangsur-angsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun
tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma,
atau gelisah (keculi bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam. Kadang-kadang pula
ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
e. Konsep
Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah bertambah ukuran fisik (anatomi) dan struktur dalam arti sebagian atau
seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak)sel-sel tubuh dan
juga karena bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan pertambahan ukuran
sel berarti ada pertambahan secara
kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu
bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa. Jadi pertumbuhan lebih
ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar
atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan
dan lingkar kepala.
Pada umunya
pertumbuhan mempunyai ciri-ciri tertentu,
yaitu :
a)
Perubahan proporsi tubuh yang dapat
diamati pada masa bayi dan dewasa. Pada usia 2 tahun, besar kepala hampir
seperempat dari panjang badan keseluruhan, kemudian secara berangsur-angsur
proporsinya berkurang.
b)
Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya
ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya gigi susu dan timbulnya gigi
permanen, hilangnya reflek primitif pada masa bayi, tumbuhnya tanda seks
sekunder, dan perubahan lainnya.
c)
Kecepatan pertumbuhan tidak teratur
yang ditandai dengan adanya masa-masa tertentu, yaitu masa prenatal, bayi, dan adolensi,
dimana terjadi pertumbuhan cepat dan masa pertumbuhan berlangsung lambat.
2) Perkembangan
Perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses
diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terkoordinasi. Dengan demikian
aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi
dari masing-masing bagian
tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompa darah,
kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk berjalan,
bicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan
sosial anak. Tahap perkembangan awal akan menentukan perkembangan selanjutnya.
Perkembangan
merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ
yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan
manusia.
Meskipun
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling
mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertambahan ukuran fisik
akan disertai dengan pertambahan kemampuan (perkembangan) anak. Pada dasarnya,
tumbuh kembang mempunyai prinsip yang berlaku secara umum yaitu :
a)
Tumbuh kembang merupakan suatu proses
terus menerus dari konsepsi sampai dewasa.
b)
Pola tumbuh kembang pada semua anak
umumnya sama, hanya kecepatanya yang berbeda.
c)
Proses tumbuh kembang dimulai dari kepala
keseluruh anggota badan, misalnya mulai melihat, tersenyum, mengangkat badan,
duduk, berdiri, dan seterusnya.
f. Pemeriksaan Fisik
:
1) Mulut, terdapat
nafas yang berbau tidak sedap serta bibir pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen, dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau
mungkin diare atau normal.
3) Hati dan limfa
membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
g. Pemeriksaan
laboratorium :
1) Pada
pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit.
2) Darah kultur
(biakan, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu
basil salmonella thyposa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama
sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan faeses.
4) Pemerikasaan
widal
Untuk membuat
diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.
Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
2.
Dokumentasi Diagnosa keperawatan
Dokumentasi Diagnosa keperawatan merupakan
catatan tentang penilaian klinis dari respons individu keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun potensial (Hidayat,
2002).
Menurut Nanda International (2011),
diagnosa keperawatan pada klien tifoid diantaranya :
a. Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit.
b. defisit volume
cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif.
c. ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh faktor biologis.
d. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya keingintahuanuntuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber
informasi.
e. Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri biologis (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan.
3.
Dokumentasi rencana keperawatan
Dokumentasi rencana keperawatan
merupakan catatan tentang penyusunan “Rencana tindakan meperawatan”yang akan
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan cara mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan masalah (Hidayat, 2002).
Menurut Nanda
international (2011), rencana keperawatan pada masing masing diagnosa
keperawatanya adalah :
a. Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Thermoregulasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil :
1) Suhu 36 -37
Derajat Celsius
2) Nadi dan RR
dalam rentang normal
3) Tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
1) Monitor suhu
sesering mungkin
2) Monitor warna
dan suhu kulit
3) Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
4) Monitor tingkat
kesadaran
5) Monitor WBC,
Hb, dan Hct
6) Monitor intake dan output
7) Berikan
antipiretik sesuai program terapi
8) Kelola antibiotik
sesuai program terapi
9) Selimuti pasien
10) Berikan cairan
intravena
11) Kompres pasien
pada lipat paha dan aksila
12) Tingkatkan
sirkulasi udara
13) Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
14) Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
15) Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
16) Monitor hidrasi
seperti turgor kulit, kelembaban (membrane mukosa)
b. Defisit Volume
cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif
NOC :
1)
Fluid balance
2)
Hydration
3)
Nutritional
status : Food and Fluid intake
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, defisit volume cairan teratasi dengan kriteria
hasil :
1) Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine output
2) Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada
rasa haus
4) Orientasi waktu
dan tempat baik
5) Jumlah dan
irama pernafasan dalam batas normal
6) Elektrolit, Hb,
HMT dalam batas normal
7) Ph urine dalam
batas normal
8) Intake oral dan
intravena adekuat
NIC :
1) Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor status
hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan
3) Monitor hasil
laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urine,
albumin, total protein)
4) Monitor tanda-tanda vital
setiap 15 menit sampai 1 jam
5) Kolaborasi
pemberian cairan IV
6) Monitor status
nutrisi
7) Berikan cairan
oral
8) Berikan
penggantian nasogastrik sesuai output (50 – 100 cc perjam)
9) Dorong keluarga
untuk membantu pasien makan
10) Kolaborasi
dokter jika ada cairan berlebih muncul
memburuk
11) Atur
kemungkinan tranfusi
12) Persiapan untuk
tranfusi
13) Pasang kateter
jika perlu
14) Monitor intake
dan out put setiap 8 jam
c. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna
nutrisi oleh karena faktor biologis
NOC :
1)
Nutritional
status : adequacy of nutrient
2)
Nutritional
status : food and fluid intake
3)
Weight control
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, nutrisi kurang teratasi dengan kriteria hasil :
1) Albumin serum
2) Pre albumin
serum
3) Hematokrit
4) Hemoglobin
5)
Total iron
binding capacity
6) Jumlah limfosit
NIC :
1) Kaji adanya
alergi makanan
2) Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
oleh pasien
3) Yakinkan diet
yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Ajarkan pasien
bagaimana membuat catatan makanan harian
5) Monitor adanya
penurunan BB dan gula darah
6) Monitor lingkungan
selama makan
7) Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama makan
8) Monitor turgor
kulit
9) Monitor
kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10) Monitor mual
dan muntah
11) Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12) Monitor intake
nutrisi
13) Informasikan
pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
14) Kolaborasi
dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT atau TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
15) Atur posisi semi
fowler atau fowler tinggi selama makan
16) Kelola pemberian
anti emetik sesuai program
terapi
17) Anjurkan banyak
minum
18) Pertahankan
terapi intravena line
19) Catat adanya
edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral.
d. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber
informasi.
NOC :
1)
Knowledge :
disease process
2)
Knowledge :
helth behavior
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses
penyakit dengan kriteria hasil :
1) Pasien dan
keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
2) Pasien dan
keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan perawat atau tim
kesehatan lainnya.
NIC :
1) Kaji tingkat
pengetahuan pasien dan keluarga.
2) Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3) Gambarkan tanda
dan gejala yang biasanya muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.
4) Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
5) Sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.
6) Sediakan bagi
keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara tepat.
7) Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan.
8) Dukung pasien
untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan.
9) Eksplorasi
kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat.
e.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
injuri biologis, kerusakan jaringan.
NOC :
1)
Pain level
2)
Pain control
3)
Comfort level
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil :
1)
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan, mampu menggunakan tehnik
nonfarmokolgi untuk mengatasi nyeri, mencari bantuan)
2)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3)
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4)
Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang
5)
Tanda vital dalam rentang normal
6)
Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
1)
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi kualitas dan faktor presitipasi
2)
Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
3)
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4)
Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan dan
kebisingan
5)
Kurangi faktor presipitasi nyeri
6)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7)
Ajarkan tehnik non farmakologi : nafas dalam, kompres hangat
8)
Berikan analgetik untuk menguragi nyeri
9)
Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
4.
Dokumentasi Intervensi
Dokumentasi intervensi merupakan
catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi
mencatat pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan
keperawatan mandiri, dan tindakan kolaboratif(Hidayat, 2012).
5.
Dokumentasi Evaluasi
Dokumentasi evaluasi merupakan
catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Terdapat
dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi
yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respons segera dan
evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
status pasien pada waktu tertentu(Hidayat, 2012).
Menurut Hidayat (2002) Evaluasi
formatif biasanya ditulis dalam catatan perkembangan sedangkan evaluasi sumatif
dicatat dalam catatan naratif. Dalam tehnik catatan perkembangan dapat
menggunakan bentuk SOAP.
S : Data
subjektif
Perkembangan
keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan oleh
klien.
O : Data
objektif
Perkembangan
yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain
A : Analisis
Kedua jenis
data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis, apakah
berkembang kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan
sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah
baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan
yang baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan
klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi
melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan
membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
No comments:
Post a Comment